A.
Analisis
Berdasarkan Hukum Komunikasi Efektif “REACH”
Komunikasi
adalah sebuah bentuk pengiriman atau penerimaan informasi yang biasanya
menggunakan media lisan maupun tulisan dalam penyampaiannya. Dalam praktiknya,
komunikasi bukanlah hal yang mudah dan merupakan hal yang kompleks. Ada beberapa
faktor-faktor yang memengaruhi tingkat keberhasilan komunikasi, seperti
komikator, komunikan, iklim, media atau saluran maupun isi penyampaian. Jika
faktor-faktor tersebut sudah terpenuhi, maka dapat dikatakan kondisi tersebut
merupakan komunikasi yang efektif. Edi Suryadi (2011), mengemukakan bahwa agar
komunikasi dapat berjalan secara efektif perlulah kita memahami tentang The
5 Inevitable Laws of Efffective Communication (lima hukum
komunikasi efektif). 5 hukum tersebut dikenal dengan sebutan REACH (Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble). Ketika kita sudah
memahaminya, maka kita akan mencapai komunikasi yang efektif dan dan dapat
mengaplikasikannya dikehidupan sehari-hari.
Penerapan
lima hukum komunikasi tersebut, tentunya sudah kita jumpai dan tanpa sadar
biasanya kita sudah melakukannya walaupun tidak sepenuhnya. Satu di antara
contoh dalam penerapan lima hukum komunikasi efektif tersebut adalah debat
capres dan cawapres Republik Indonesia putaran ke-5 yang berlangsung pada
Sabtu, 5 Juli 2014 pukul 20.30 WIB yang mengusung tema tentang “Pangan, Energi
dan Lingkungan.” Debat tersebut merupakan debat dan kampanye terakhir kedua
kandidat sebelum pemilu yang akan dilaksanakan pada Rabu, 9 Juli 2014 nanti.
Dalam pelaksanaannya, debat yang berlangsung apik tersebut dapat dianalisis
berdasarkan hukum komunikasi REACH agar kita dapat mengetahui tingkat
keefektifan komunikasi yang terjadi pada debat tersebut. Untuk dapat mengetahui
keefektifan komunikasi dalam debat capres dan cawapres putaran ke-5 berdasarkan
hukum komunikasi efektif REACH, maka kita dapat melakukan analisis sebagai
berikut.
1) Respect
(Menghormati)
Respect
merupakan
suatu sikap menghormati, menghargai, dan toleransi kepada lawan bicara.
Tentunya respect ini harus dimiliki
oleh pembicara agar pesan yang disampaikannya dapat diterima oleh penyimak yang
merupakan sasaran pembicara itu sendiri. Sasaran capres dan cawapres sebagai
pembicara dalam debat tentunya adalah seluruh lapisan rakyat Indonesia. Adu
argumen mereka lakukan agar substansi debat tersebut dapat tersampaikan dan
mampu meyakinkan rakyat untuk memilih mereka pada 9 Juli 2014 mendatang.
Sikap
menghargai dan menghormati dapat dilihat pertamakali oleh Hatta Rajasa yang
membuka segment pertama debat saat
menyampaikan visi dan misinya yang merujuk pada tema debat final tersebut. Hatta
Rajasa membukanya dengan penuh hormat saat ia menyampaikan salam kepada lawan
debatnya, pasangan debatnya, kepada moderator dan kepada seluruh rakyat
Indonesia yang merupakan sasaran penyampaian visi dan misinya. Hal yang sama
pun dilakukan oleh Jusuf Kalla dari pasangan Jokowi. Hanya saja perbedaannya
adalah Hatta Rajasa hanya mengucapkan salam dalam bahasa Arab berupa Assalamualaikum salam sejahtera dan
mengakhiri salam pembukaan dengan mengucapkan rasa cintanya kepada seluruh
rakyat Indonesia dimana pun berada. Ini menunjukkan bahwa salam pembukaan dalam
bahasa Arab tersebut menunjukkan identitas Hatta Rajasa sebagai umat pemeluk
agama Islam, mengucapkan salam sejahtera untuk menghormati agama lain, dan
menyanjung rakyat dengan ucapan kata cintanya. Sedangkan Jusuf Kalla
mengucapkan salam pembukaan tidak hanya dalam bahasa Arab, namun juga dalam
bahasa Bali, yakni Om
Swastyastu yang maknanya saling mendoakan antar sesama dalam karunia Tuhan.
Hal ini menunjukkan bahwa Jusuf Kalla juga menghargai pemeluk agama lain, satu
di antaranya adalah agama Hindu yang banyak berdomisili di Bali. Dengan
demikian, dengan salam pembukaan tersebut sudah dapat diidentifikasi bahwa
masing-masing cawapres meiliki sikap menghargai dan menghormati.
Segment
kedua, sikap menghargai dan menghormati pun tampak pada sosok Jokowi. Saat
penajaman visi dan misinya tentang masalah pangan, ia berucap tentang sikap yang
jangan menganggap remeh petani dan ia juga memberikan kesempatan kepada
pasangannya, Jusuf Kalla untuk menambahkan penajaman visi dan misinya dengan
menyisakan waktu sekitar satu menit. Namun, sikap kurang menghargai ditunjukkan
kepada Prabowo yang tidak memberikan kesempatan pasangannya, Hatta Rajasa untuk
berbicara. Penonton dan para pendukung kedua masing kandidat pun kurang
menghargai peraturan dan kesepakatan yang telah dibuat, yaitu masih saja ribut
dan bertepuk tangan sebelum kandidat selesai menyampaikan visi dan misinya.
Keadaan ini pun terus terjadi sampai berakhirnya debat.
Segment
ketiga, sikap menghargai lebih ditunjukkan oleh
Jokowi yang memberikan kesempatan Jusuf Kalla untuk memberikan tambahan
jawaban dengan menyisakan waktu satu menit. Tidak hanya itu, Jokowi dan Jusuf
Kalla selalu memberikan senyuman ketika moderator memberikan jawaban dan ketika
Jusuf Kalla menyampaikan pembicaraan, Jokowi selalu menganggukkan kepala dan
tersenyum. Hal ini berarti pasangan Jokowi-JK memiliki sikap menghargai yang
tinggi. Tetapi disisi lain, Prabowo kurang menghargai Hatta Rajasa karena hanya
menyisakan waktu sepuluh detik untuk memberikan tambahan jawaban dan Hatta
Rajasa menghentikan jawabannya ketika waktu habis dengan memberikan senyuman
karena ia taat pada peraturan. Namun, hadirin masih kurang menghargai sesi
debat karena tertawa saat Jusuf Kalla salah ucap kata ‘terjaga’ menjadi
‘tergaja’.
Segment
keempat
pada sesi pertama, sikap kurang menghargai masih dilakukan oleh Prabowo.
Prabowo memaksakan kehendaknya untuk berbicara padahal waktu telah habis
meskipun sudah ditegur oleh moderator dan menyindir lawan debatnya tentang hal
impor beras dengan sedikit emosi. Pada sesi kedua ia langsung mengatakan bahwa
Jokowi pernah menolak koperasi yang merupakan soko guru Indonesia. Jokowi
dengan santai menjawab itu mungkin salah baca atau salah paham. Dengan kata
‘mungkin’ itu berarti Jokowi masih menghargai pertanyaan yang diajukan Prabowo
dan tidak langsung mengatakan bahwa hal itu salah.
Segment
kelima,
kebalikan dari segment sebelumnya.
Pada sesi pertama Jusuf Kalla yang kurang menunjukkan sikap menghargainya saat
membantah kesalahpahaman Hatta Rajasa tentang Kalpataru dan Adipura. Namun,
disampaikan dengan sopan saat ia mengatakan pertanyaan yang bagus, tetapi
keliru. Hatta Rajasa hanya tersenyum sebagai bentuk menghargai sanggahan dari
Jusuf Kalla atau tersenyum untuk menutupi rasa malunya. Pada sesi kedua,
Prabowo tetap menghargai lawan debatnya dengan menggunakan kata yang terhormat
untuk menyapa lawan debatnya meskipun didesak oleh Jusuf Kalla tentang
penjelasan kleptokrasi yang ditujukan padanya.
Segment
keenam,
sikap kurang menghargai kembali ditunjukkan oleh Hatta Rajasa. Saat moderator
menginterupsi tanggapannya yang berupa pertanyaan, tetapi Hatta Rajasa
menyangkal dan bersikeras kepada moderator bahwa yang disampaikannya adalah
tanggapan, bukan pertanyaan. Padahal sudah jelas, Hatta Rajasa mengajukan
pertanyaan baru dan moderator menunjukkan sikap menghargainya dengan
memersilahkan Hatta Rajasa untuk melanjutkan pembicaraannya. Namun karena sesi
itu adalah sesi tanggapan bukan pertanyaan, jadi pasangan Jokowi-JK tidak
menanggapi balik pertanyaan baru tersebut.
2) Empathy
(Empati)
Empati adalah keadaan atau kemampuan seseorang untuk
menghadapi situasi tertentu. Untuk memiliki kemampuaan empati yang baik,
sesorang harus mampu mengerti perkataan, lalu dimengerti, memahami keadaan, mau
mendengarkan, sikap menerima dan memberikan penghargaan. Setelah empati ini
dimiliki, maka komunikasi dapat berjalan dengan baik secara terbuka dan pesan
dapat tersampaikan dengan terarah.
Sikap empati ini dimiliki oleh kedua kandidat capres
dan cawapres. Hal ini dibuktikan dengan mengertinya capres dan cawapres saat
diberikan intruksi dan pertanyaan oleh moderator, didengarkan, dimengerti, lalu
dijawab soal-soal yang telah diberikan. Tidak hanya itu, kerjasama tim kandidat
dalam menjawab pertanyaan juga merupakan unsur dari empati, yaitu saat capres
memersilahkan cawapres untuk memberikan jawaban tambahan saat ada waktu yang
tersisa. Dalam hal ini, kerja sama tim sangatlah penting untuk membangun suatu
kepercayaan dan kepercayaan itulah bentuk penghargaan yang diberikan.
Empati harus diberikan kepada rakyat yang merupakan
sasaran penyampaian debat. Presiden haruslah mengerti dan memahami kondisi
rakyatnya. Empati yang dilakukan Jokowi untuk memahami rakyatnya adalah saat ia
mengatakan jangan menganggap remeh petani. Jokowi tahu bahwa rakyat Indonesia
sebagian besar masih bekerja sebagai petani dan pernyataan Jokowi tersebut akan
membuat para petani tersanjung, percaya dan memilihnya pada 9 Juli 2014 nanti.
Sikap empati juga dapat ditunjukkan saat menerima masukan atau umpan balik dari
pertanyaan yang telah disampaikan. Namun, hal ini tidak dilakukan oleh Hatta
Rajasa pada debat segment enam. Hatta
Rajasa mendapat interupsi dari moderator, karena yang disampaikannya adalah
pertanyaan bukan sanggahan. Hatta Rajasa masih saja menentang interupsi dari
moderator dan pertanyaan yang disampaikan tidak ada jawaban karena itu
merupakan tanggapan balik dan berakhirnya debat pada sesi itu. Sehingga dalam
kondisi ini esensi komunikasi seakan pudar karena hanya berjalan satu arah saat
tidak ada tanggapan dan seharusnya berjalan dua arah agar komunikasi berjalan
secara efektif.
3) Audible
(Terdengar)
Audible
artinya
suara yang divokalisasikan dapat terdengar, sehingga pesan yang disampaikan
dapat diterima dan dimengerti. Dalam debat capres dan cawapres tersebut agar
dapat terdengar oleh orang banyak, maka digunakanlah alat bantu berupa microphone agar seluruh rakyat Indonesia
dapat mendengar hasil dari debat tersebut. Artinya ada media yang digunakan
untuk membantu memerdengarkan. Capres dan cawapres pun harus mampu menggunakan
media tersebut dan mengeluarkan suara dengan jelas agar pesan dapat diterima
dan dimengerti.
Bukti
bahwa pesan tersampaikan dengan baik adalah saat hadirin yang berada di gedung
pelaksanaan debat maupun penonton yang berada di rumah mengangguk, tersenyum
dan bertepuk tangan saat mendengarkan debat. Walaupun disampaikan melalui
bahasa nonverbal, tetapi kita tahu ada kesamaan asumsi dan argumen yang
dimengerti yang menyebabkan kita melakukan hal tersebut. Ketika kita melakukan
gerakan nonverbal tersebut, itu bentuk keberhasilan seorang pembicara dalam
menyampaikan pesan kepada penyimak.
4) Clarity
(Kejelasan)
Clarity
merupakan kejelasan isi pesan yang disampaikan. Pesan yang disampaikan haruslah
jelas agar tidak menimbulkan makna ambigu, interpretasi dan penafsiran yang
keliru. Hal ini berkaitan dengan cara pengucapan, bahasa dan penggunaan diksi.
Jika ketiga hal tersebut kurng tepat penggunaannya, maka tak dapat dipungkiri
bisa saja terjadi pengaburan pesan. Dampak yang ditimbulkan dari ketidakjelasan
pesan pun akan dapat membuat permasalahan baru yang tidak sederhana.
Bukti
bahwa pesan tersampaikan dengan jelas dalam debat putaran final adalah saat
moderator memberikan pengarahan dan pertanyaan, kedua kandidat langsung
mengerti tanpa adanya repetisi. Kemudian saat kedua kandidat menyampaikan
argumen tentang mengatasi segala permasalahan yang ada di Indonesia, semua
hadirin fokus untuk menyimak dan memahami isi pesan yang disampaikan oleh kedua
kandidat. Sehingga tak jarang para hadirin bereaksi saat mendengar pembicaraan
kedua kandidat berupa anggukan kepala, seruan, tepuk tangan dan sebagainya. Ini
berarti pesan yang disampaikan jelas. Namun, dalam debat tersebut juga terjadi
ketidakjelasan pesan pada segment kedua saat Hatta Rajasa tiba-tiba berbicara
padahal waktu yang disediakan telah habis. Hal itu terjadi karena moderator
agak sedikit terlambat menyampaikan bahwa waktu telah habis, sehingga Hatta
Rajasa mengira masih ada waktu untuknya berbicara dan langsung mengutarakan
pendapatnya. Akibat keterlambatan moderator menyampaikan bahwa waktu telah
habis itulah, ada kekeliruan penfsiran yang dilakukan Hatta Rajasa.
Selain
bermakna kejelasan, clarity juga
bermakna keterbukaan. Keterbukaan dalam debat sangat diperlukan agar
menimbulkan kepercayaan dan kerja sama tim yang baik, baik tim sendiri maupun
kepada lawan. Hal ini cenderung ditunjukkan oleh Jokowi yang pada beberapa segment selalu menyisakan waktunya untuk
Jusuf Kalla berbicara menambahkan jawabannya. Sikap keterbukaan juga
ditunjukkan oleh Prabowo pada segment
kelima, saat ia menyetujui argumen dari lawan debatnya. Sikap keterbukaan
inilah yang meningkatkan antusiasme para hadirin dan penonton untuk menyaksikan
debat.
5) Humble
(Rendah Hati)
Humble
adalah
sikap rendah hati yang didukung oleh sikap menghargai. Sikap ini pun dimiliki
oleh kedua pasang kandidat. Hal ini dibuktikan pada segment kedua saat Jokowi dengan kerendahan hatinya mengatakan
tentang jangan menganggap remeh petani. Ia menganggap petani juga merupakan
satu di antara faktor penunjang untuk mensejahterakan Indonesia disektor
pangan. Sikap yang sama juga dilakukan Hatta Rajasa saat ia menerima interupsi
dari moderator bahwa waktunya telah habis. Namun, sikap rendah hati kurang
dimiliki oleh Prabowo. Hal ini dibuktikan pada segment keempat, saat Prabowo memaksakan kehendaknya dan
menjatuhkan Jusuf Kalla tentang ia pernah ditegur saat menyatakan penolakan
pada impor beras. Walaupun waktu telah habis, Prabowo masih saja membahas
tentang persoalan itu dengan penekanan nada yang tinggi. Jusuf Kalla dengan
pengendalian dirinya, ia hanya tersenyum dan menghargai ucapan dari Prabowo
tersebut.
B.
Analisis
Berdasarkan Kemampuan Nonverbal Penyampaian
Kemampuan
nonverbal adalah kemampuan berkomunikasi dengan tanpa kata-kata. Dalam
kehidupan sehari-hari kita selalu menggunakan komunikasi verbal, tetapi tak
jarang juga kita menggunakan komunikasi nonverbal dalam waktu yang bersamaan
dengan penggunaan komunikasi verbal. Oleh karena itu, komunikasi nonverbal tak
luput dalam kehidupan sehari-hari dan biasanya lebih jujur dalam mengungkapkan
sesuatu yang ingin disampaikan. Mark Knapp (1978) menyebutkan bahwa penggunaan
kode nonverbal memiliki fungsi sebagai berikut.
1) Meyakinkan
apa yang diucapkan (repetition).
2) Menunjukkan
perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata (subsitution).
3) Menunjukkan
jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity).
4) Menambah
atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum sempurna.
Komunikasi nonverbal
ini diterapkan oleh kedua kandidat capres dan cawapres pada debat final putaran
kelima dengan ciri khas mereka masing-masing. Komunikasi nonverbal yang
digunakan kebanyakan menggunakan bahasa tubuh berupa gerak-gerik dan mimik.
Berikut ini adalah komunikasi nonverbal yang dilakukan masing-masing kandidat
dengan ciri khasnya.
1) Prabowo
Prabowo dalam
debat final memiliki ciri khas komunikasi nonverbal yaitu selalu memegang saku
bajunya, meraba baju disekitar pinggul sebelah kirinya saat setiap sesi penyampaian argumen dan memegang
kacamata. Hal ini terus berulang dilakukannya sampai berakhirnya debat.
Seharusnya hal ini tidak perlu dilakukan karena mengganggu keefektifan
komunikasi nonverbal tersebut. Gerak tubuh berupa pergeseran tubuh juga kurang
dilakukannya. Hal ini terjadi mungkin karena postur tubuhnya yang sedikit
besar. Selain itu, gerak tangannya pada awal penyampaian biasa saja, tetapi
ketika ia menguasai materi pembicaraan ia akan leluasa memainkan gerak
tangannya. Hal ini ditunjukkan pada segment
4, saat Prabowo kesal terhadap Jusuf Kalla akibat ia pernah ditegur saat
menolak impor beras. Ia menunjuk Jusuf Kalla dengan menggunakan jari yang dapat
diartikan bahwa ia sedang menunjukkan emosinya pada saat itu. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa Prabowo kurang baik dalam komunikasi nonverbal dan
harus menghilangkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak perlu dilakukan.
2) Hatta
Rajasa
Hatta Rajasa
memiliki ciri khas komunikasi nonverbal yaitu selalu menempatkan tangannya dan
menekuknya di sisi bagian antara perut dan dada. Hatta Rajasa memiliki gerakan
tubuh yang luwes, terutama pada gerakan tangan. Hal ini dibuktikan saat segment pertama, ia memberi penekanan
melalui gerakan tangannya sampai debat berakhir. Selain gerakan tangan, gerakan
tubuh melalui pergerseran posisi juga dilakukannya yang ditunjang dengan
perhatian yang merata kepada para hadirin maupun kamera. Maksudnya adalah agar
perhatian merata dan mendapatkan umpan balik berupa hadirin juga
memerhatikannya. Mimik juga menunjang penyampaian argumennya untuk meyakinkan
rakyat dan melengkapi kata-kata yang dianggapnya kurang sempurna. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa Hatta Rajasa memiliki kemampuan komunikasi
nonverbal yang baik untuk menunjang komunikasi verbalnya yang juga baik.
3) Jokowi
Jokowi memiliki
ciri khas dalam komunikasi nonverbal yaitu sangat menguasai gerakan tangan. Hal
ini dibuktikan dalam debat dari awal sampai akhir segment. Misalnya saat ia
mengatakan kata ekspor, semua dan pipa. Saat ia mengatakan kata ekspor,
tangannya diarahkan menuju keluar. Saat mengatakan kata semua, ia mengembangkan
jari dan tangannya. Saat ia mengatakan kata pipa, ia mulai mengecilkan
tangannya membentuk aliran pipa. Selain itu, Jokowi juga memiliki gerakan tubuh
berupa anggukan kepala saat Jusuf Kalla menjawab maupun menambahkan jawaban
yang berarti ia setuju dan menghormati pendapat Jusuf kalla tersebut. Namun,
sayangnya Jokowi kurang memainkan ekspresi dan mimiknya cenderung datar, yang
terlihat hanya kerutan didahinya. kekurangannya ini akan menjadikan
pembicaraannya kurang meyakinkan, tetapi didukung oleh penekanan nada yang
sesuai sehingga kekurangannya ini tidak terlalu kelihatan. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa Jokowi memiliki kemampuan komunikasi nonverbal yang
baik terutama pada gerak tubuh dan perlu meningkatkan kemampuan berekspresi.
4) Jusuf
Kalla
Jusuf Kalla
memiliki ciri khas kemampuan komunikasi nonverbal yaitu saat menerima
pertanyaan dari moderator dan saat hendak menyampaikan argumen ia selalu
tersenyum. Hal ini tentunya berkaitan dengan penguasaan mimik dan sikap
menghargai kepada moderator. Jusuf Kalla juga memiliki gerak tubuh yang baik
melalui gerakan tangannya. Pada awal segment,
perhatian Jusuf Kalla sebagian besar
terpaku pada kamera dan kurang menyebar pada hadirin yang telah hadir. Hal ini
dilakukannya karena ia sadar bahwa sasaran utama dalam debat adalah jutaan
rakyat Indonesia yang menontonnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
Jusuf Kalla memiliki kemampuan komunikasi nonverbal yang baik, hanya saja perlu
ditingkatkan dalam penyebaran perhatian kepada seluruh hadirin.
C. Analisis Berdasarkan Ketepatan Ide
Ketepatan
ide merupakan suatu hal sangat diperhatikan dalam debat karena dari ide itulah
pesan-pesan dapat tersampaikan dengan jelas dan dimengerti oleh orang yang
menyimak. Namun, dalam pratiknya ide dapat disampaikan dengan tepat, kurang
tepat bahkan ada sebagian poin pertanyaan yang tidak terjawab. Satu di antara
contohnya adalah pelaksanaan debat final kemarin. Seharusnya capres dan
cawapres mampu mencerna pertanyaan-pertanyaan dengan baik, sehingga dalam
menjawab ide yang disampaikan tepat karena hasil debat merupakan
harapan-harapan dan ekspektasi masyarakat untuk memilih satu di antara pasangan
mereka.
Segment
pertama saat penyampaian visi dan misi yang dibuka oleh Hatta Rajasa, ide yang
disampaikan sangat tepat karena terdapat penjelasan unsur-unsur pada tema.
Hatta Rajasa mengulasnya dengan baik, perlahan, teratur dan berurutan. Pada
akhir penyampaian visi dan misinya ia mengucapkan suatua amanat yang harus
dijalankan oleh rakyat Indonesia. Hatta Rajasa mungkin saja telah belajar dan
memersiapkan pembicaraannya tersebut, sehingga tersampaikan secara tepat dan
lancar. Begitu juga dengan Jusuf Kalla, ide yang disampaikannya juga tepat.
Hanya saja Jusuf Kalla lebih serta merta dalam berbicara, tidak seperti Hatta
Rajasa yang sistematis dan terkonsep sangat baik.
Segment
kedua dibuka oleh jawaban dari Jokowi saat menerima pertanyaan dari moderator
tentang ketahanan dan pengolahan pangan berbasis kerakyatan. Jokowi dengan
sederhana menjawab tentang peran petani dan menyiapkan pasar untuk petani
menjual hasil produksi mereka. Jokowi menjawab langsung ke ide pokok dan
memberikan contoh-contoh yang logis. Kemudian Jusuf Kalla menambahkan untuk
menghadapi liberalisasi perdagangan maka harus meningkatkan kualitas
pendidikan, produktifitas dan nilai tambah. Prabowo mendapat pertanyaan yang
berbeda dari lawan debatnya. Moderator menanyakan tentang kedaulatan, produksi,
meningkatkan produktifitas pangan dan strategi menghadapi iklim tak menentu.
Berbeda dengan Jokowi yang menyajikan contoh berupa fakta, Prabowo menjawab
dengan penuh dengan teori. Walaupun Prabowo awalnya menjawab dengan ide yang
tepat, namun Prabowo tidak menjawab poin tentang cara menghadapi iklim tak
menentu.
Segment
ketiga pada sesi pertama, penyampaian jawaban dibuka oleh Hatta Rajasa yang
pertanyaan tersebut disampaikan oleh moderator tentang tantangan kedaulatan
energi dan tatacara menata ulang sektor energi tersebut. Hatta Rajasa menjawab
dengan ide yang tepat yaitu dengan renegoisasi, meningkatkan cadangan secara
insentif dan melakukan penghematan energi. Dalam jawaban panjangnya itu, Hatta
Rajasa banyak menggunakan istilah asing dan bahasa kecendikiawanannya. Jokowi
pun menjawab pertanyaan yang sama dari moderator. Jokowi menjawab cara menata
ulang di sektor energi yaitu melakukan konversi energi dari bahan bakar minyak
ke gas, infrastruktur gas yang harus dibangun, menggunakan lahan marginal dan
mengefisiensikan energi. Pada sesi kedua, moderator memberikan pertanyaan
tentang cara menyerasikan pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian alam. Jokowi
menyetujui pertanyaan tersebut dan harus menyerasikan antara ekonomi dan
pelestarian alam. Berbeda dengan Jokowi, Prabowo lebih menekankan pada
pengejaran ekonomi yang tinggi dulu, baru menjaga lingkungan dengan strategi
banyak jalurnya. Ide kedua kandidat dalam segment ini sama-sama tepat.
Segment
keempat yang terdiri dari empat sesi, ketidaktepatan ide ditunjukkan oleh
Prabowo pada sesi pertama yang
menanggapi pertanyaan dari Jokowi tentang upaya pengendalian impor beras.
Prabowo hanya menyalahkan Jusuf Kalla yang pernah menegurnya saat ia melarang
impor beras, tetapi tidak menjawab upaya pengendalian impor beras tersebut.
Namun, disesi kedua, ketiga dan keempat, masing-masing kandidat sama-sama
menunjukkan ketepatan ide dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh lawan
debatnya.
Segment
kelima yang juga terdiri dari empat sesi, ketidaktepatan ide ditunjukkan oleh
Hatta Rajasa saat menanggapi jawaban Jokowi dengan kesalahpahaman tentang
pengertian Kalpataru dan Adipura. Merasa bahwa pertanyaan itu keliru, Jusuf
Kalla dan Jokowi tidak menanggapi pertanyaan tersebut. Namun, ketidaktepatan
ide itu hanya terjadi diawal sesi saja, sesi selanjutnya kedua kandidat
menunjukkan kapabilitasnya sebagai capres dan cawapres dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan secara tepat.
Segment
keenam yang terdiri dari dua sesi pertanyaan dan satu sesi pernyataan akhir,
ketidaktepatan ide kembali dilakukan oleh Hatta Rajasa pada sesi pertama. Saat
menanggapi balik jawaban dari Jokowi, ia malah memberikan pertanyaan-pertanyaan
baru. Padahal moderator sudah memeringatkannya, tetapi tidak digubris olehnya.
Ia beranggapan bahwa memberikan pertanyaan baru tersebut merupakan suatu bentuk
tanggapan. Setelah ketidaktepatan ide tersebut, maka dalam penyampaian
selanjutnya kedua kandidat sama-sama menggunakan ide secara tepat. Segment ini kemudian diakhiri dengan close statement masing-masing capres
untuk meyakinkan rakyat Indonesia untuk memilihnya pada Rabu, 9 Juli nanti.
D. Analisis Berdasarkan Format Acara,
Moderator, Ketepatam Aturan, dan Ketepatan Waktu
1) Format
Acara
Format acara dalam final debat
capres dan cawapres pada tanggal 5 Juli 2014 terdiri dari enam segment dan dengan berbagai ketentuan
didalamnya. Adapun format acaranya adalah sebagai berikut.
a)
Segment
Pertama
Segment
pertama yaitu moderator memersilahkan masing-masing cawapres untuk menyampaikan
visi dan misinya yang berkaitan dengan tema tentang pangan, energi dan
lingkungan yang diberikan waktu empat menit untuk penyampaian visi dan misi
tersebut. Format acara debat ini berbeda dari empat debat yang dilaksanakan
sebelumnya. Pada debat sebelumnya capres yang menyampaikan visi dan misi,
sedangkan cawapres hanya mendampingi. Tetapi, pada debat final ini
kebalikannya.
b)
Segment
Kedua
Segment
kedua yaitu moderator memberikan pertanyaan yang berbeda kepada masing-masing
kandidat sesuai dengan visi dan misi yang telah disampaikan guna untuk
memertajam visi dan misi tersebut. Capres dan cawapres diberikan waktu tiga
menit untuk menjawab pertanyaan dari moderator.
c)
Segment
Ketiga
Segment
ketiga terdiri dari dua sesi karena moderator memberikan dua pertanyaan yang
sama kepada masing-masing kandidat. Pertanyaan yang diberikan moderator berupa
permasalahan pangan, energi dan lingkungan yang dihadapi Indonesia saat ini.
Kedua kandidat harus menjawab pertanyaan tersebut dalam waktu tiga menit.
d)
Segment
Keempat
Segment
keempat terdiri dari empat sesi karena masing-masing calon memiliki dua kali
kesempatan bertanya kepada lawan debatnya. Kedua kandidat diberikan waktu satu
menit untuk bertanya dan dua menit untuk menanggapi pertanyaan.
e)
Segment
Kelima
Segment
kelima juga terdiri dari empat sesi. Pada segment
ini kedua kandidat berhak untuk bertanya, menjawab dan menanggapi balik. Waktu
yang diberikan adalah satu menit untuk bertanya, dua menit untuk menjawab dan
dua menit untuk menanggapi balik.
f)
Segment
Keenam
Segment keenam
terdiri dari dua sesi, yaitu satu sesi kedua kandidat untuk bertanya, menjawab
dan menanggapi balik serta satu sesi untuk close
statement. Waktu yang diberikan adalah satu menit untuk bertanya, dua menit
untuk menjawab, dua menit untuk menanggapi balik, dan dua menit untuk
mengemukakan close statement.
2) Moderator
Moderator pada debat final capres dan cawapres yang
berlangsung apik pada Sabtu, 5 Juli kemarin bernama Sudharto P. Hadi. Beliau
merupakan rektor dari Universitas Diponegoro, Semarang yang berkompeten
dibidangnya sesuai dengan tema debat yaitu pangan, energi dan lingkungan. Hal
ini dibuktikan dengan pendidikannya yang diselesaikan diluar negeri dan
dijuluki sebagai pakar lingkungan. Dengan alasan inilah, beliau terpilih untuk
menjadi moderator debat kandidat capres dan cawapres terakhir.
Moderator pada debat ini memiliki kemampuan
kamunikasi yang baik dan mengerti etika menjadi seorang moderator. Hal ini
dibuktikan dengan saat ia pertama membuka acara dengan senyuman, ucapan salam,
pandangan yang merata kepada semua hadirin, mempersilah capres dan cawapres
untuk hadir, serta bersalaman. Sikap santunnya juga ditunjukkan saat ia meminta
persetujuan kepada capres dan cawapres untuk menyebut kedua kandidat dengan
panggilan Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Moderaor pada debat ini juga mempunyai
toleransi yang tinggi, yakni saat hadirin ribut ia diam sejenak, kemudian
barulah ia melanjutkan pembicaraannya. Juga terlihat pada segment enam, saat ia menginterupsi Hatta Rajasa yang salah
pengertian tentang tanggapan balik. Ia tetap memersilahkan Hatta Rajasa untuk
melanjutkan pembicaraannya dan mengucapkan terima kasih walaupun Hatta Rajasa
salah.
Moderator pada debat ini juga kelihatan sering
tampil dan berbicara di depan publik. Hanya saja ia kurang terbiasa tampil di
depan kamera yang disaksikan oleh jutaan rakyat Indonesia di luar sana. Hal ini
dibuktikan pada beberapa segment, ia
grogi dan sesaat terbata dalam mengucapkan kata-kata dan salah tingkah saat
memepersilah Prabowo untuk berdiri di sampingnya saat segment pertama. Namun, sikap grogi tersebut manusiawi karena
sesering apapun tampil dihadapan publik, pasti merasakan hal tersebut.
3) Ketepatan
Aturan
Aturan dalam debat merupakan sesuatu hal yang
penting dan tidak boleh diabaikan. Walaupun hanya disampaikan secara lisan,
namun itu merupakan kesepakatan bersama dan harus dipatuhi bersama. Pada
praktiknya, aturan dalam debat final tersebut sering diabaikan. Khususnya bagi
tim sukses yang berada pada gedung debat. Tim sukses tersebut sering riuh dan
bertepuk tangan sebelum penyampaian gagasan capres dan cawapres selesai.
Moderator pun sering sekali menegur, tetapi pelanggaran aturan tersebut tetap
dilakukan oleh tim sukses kedua kandidat. Ketidaktepatan aturan juga dilakukan
oleh Prabowo dan Hatta Rajasa yang suka menjatuhkan dan menyindir lawan
debatnya pada segment 4. Selain itu,
aturan debat berjalan dengan baik dan dipatuhi.
4) Ketepatan
Waktu
Ketepatan waktu juga merupakan hal yang diperhatikan
dalam debat. Capres dan cawapres harus berpacu dalam waktu untuk mengemukakan
pendapatnya agar pesan yang disampaikan dapat dipahami. Capres dan cawapres
harus pintar dalam memanajemen waktu pada setiap sesi yang diberikan dengan
waktu yang tidak banyak. Ketidaktepatan waktu pertama dilakukan oleh pihak
penyelenggara debat yang semula dimulai pukul 20.30 WIB, tetapi dimulai pada
pukul 20.49 WIB. Berikut ini adalah catatan waktu pada debat final yang
diefisiensikan oleh kedua kandidat:
a)
Segment
Pertama
Hatta
Rajasa menyampaikan visi dan misinya dengan menyisakan waktu lima detik,
sedangkan Jusuf Kalla menyisakan waktu empat detik. Pada segment ini kedua cawapres dapat memergunakan waktu dengan baik.
b)
Segment
Kedua
Jokowi
menjawab pertanyaan dari moderator dengan menggunakan waktu dua menit,
menyisakan satu menit untuk Jusuf Kalla menambahkan dan Jusuf Kalla menyisakan
waktu tiga detik. Sedangkan Prabowo menggunakan waktu tiga menit tersebut untuk
dirinya sendiri dan menyisakan waktu empat detik. Waktu yang digunakan kedua
calon dapat dikatakan efisien.
c)
Segment
Ketiga
Segment
ketiga ini ada dua sesi. Sesi pertama Hatta Rajasa menjawab pertanyaan dari
moderator dengan menyisakan waktu dua detik. Sedangkan Jokowi memergunakan
waktunya sampai habis. Sesi kedua, Jokowi menyisakan waktu 56 detik untuk Jusuf
Kalla dan Jusuf Kalla menyisakan waktu 15 detik. Sedangkan Prabowo menyisakan
waktu 10 detik yang digunakan Hatta Raja untuk menambahkan jawaban sampai
habis. Pada segment ini kedua calon
juga memergunakan waktu sebaik mungkin.
d)
Segment
Keempat
Segment
keempat ini juga ada dua sesi. Sesi pertama Jokowi bertanya kepada pasangan
Prabowo-Hatta dengan menyisakan waktu 15 detik, kemudian Hatta Rajasa menjawab
dengan menyisakan waktu 35 detik. Lalu Hatta Rajasa bertanya kepada pasangan
Jokowi-JK dengan menyisakan waktu 25 detik dan dilanjutkan dengan jawaban oleh
Jusuf Kalla dengan menyisakan waktu 30 detik. Sesi kedua jokowi kembali
bertanya dengan menyisakan waktu 23 detik, kemudian dijawab oleh Hatta Rajasa
dengan menyisakan waktu 1 detik. Lalu dilanjutkan dengan Prabowo bertanya
kepada pasangan Jokowi-JK dengan menyisakan waktu 10 detik, kemudian dijawab
oleh Jokowi dengan menggunakan waktu sampai habis. Pada segment ini kedua calon
kurang mengefisiensikan waktu dengan banyak waktu yang tersisa.
e)
Segment
Kelima
Segment
kelima ini terdapat empat sesi. Sesi pertama Hatta Rajasa bertanya kepada
pasangan Jokowi-JK dengan menyisakan waktu 2 detik, kemudian Jokowi menjawab
dengan menyisakan waktu 1 detik. Lalu Hatta Rajasa menanggapi dengan menyisakan
waktu 56 detik, kemudian ditanggapi balik oleh Jusuf Kalla dan Jokowi dengan
menyisakan waktu 30 detik.
Sesi
kedua Jokowi bertanya kepada pasangan Prabowo-Hatta dengan menyisakan waktu 13
detik, kemudian Prabowo menjawab dengan menggunakan habis waktu. Lalu Jokowi
menanggapi dengan menggunakan waktu sampai habis, kemudian Prabowo dan Hatta
menanggapi balik juga menghabiskan waktu.
Sesi
ketiga Prabowo bertanya kepada pasangan Jokowi-JK dengan menyisakan waktu 5
detik, kemudian Jokowi menjawab dengan menyisakan waktu 4 detik. Lalu Prabowo
menanggapi dengan menyisakan waktu 1 menit, kemudian ditanggapi balik oleh
Jokowi dengan menyisakan waktu 6 detik.
Sesi
keempat Jusuf Kalla bertanya kepada pasangan Prabowo-Hatta dengan menggunakan
waktu sampai habis, kemudian Prabowo dan Hatta Rajasa menjawab juga menggunakan
waktu sampai habis. Lalu Jusuf Kalla dan Jokowi menanggapi dengan menyisakan
waktu 30 detik, kemudian ditanggapi balik oleh Prabowo dan Hatta Rajasa dengan
menggunakan waktu sampai habis. Dalam
keempat sesi ini, kedua kandidat dapat menggunakan waktu dengan baik.
f)
Segment
Keenam
Segment
keenam ini terdiri dari tiga sesi, yaitu dua sesi tanya jawab dan satu sesi
untuk close statement. Sesi pertama
Jokowi bertanya kepada pasangan Prabowo-Hatta dengan menyisakan waktu 27 detik,
kemudian Prabowo menjawab dengan menyisakan waktu 13 detik. Lalu Jokowi
menanggapi dengan menggunakan waktu sampai habis, kemudian Hatta Rajasa menanggapi balik dengan
menyisakan waktu 24 detik
Sesi
kedua Hatta Rajasa bertanya kepada pasangan Jokowi-JK dengan menyisakan waktu 8
detik, kemudian Jusuf Kalla dan Jokowi menjawab dengan menggunakan waktu sampai
habis. Lalu Hatta Rajasa dan Prabowo menanggapi dengan menggunakan waktu sampai
habis, kemudian Jusuf Kalla menanggapi balik dengan menyisakan waktu 36 detik.
Sesi
ketiga saat penyampaian close statement, Jokowi
menggunakan waktu dua menit sampai habis, sedangkan Prabowo dengan menyisakan
waktu 3 detik. Keenam segment, dapat
disimpulkan bahwa kedua kandidat dapat mempergunakan waktu dengan baik.
E. Analisis Keunggulan dan Kelemahan
Kedua Kandidat Berdasarkan Kemampuan Komunikasi
1) Keunggulan
dan Kelemahan Komunikasi Prabowo-Hatta
Keunggulan pasangan
Prabowo-Hatta dalam kemampuan komunikasi adalah tata bicara sangat terkonsep.
Tertutama didominasi oleh Hatta Rajasa dengan menguasai materi berdasarkan
pengalaman yang telah dimiliki. Kemampuan komunikasi keduanya juga baik, teori
dan argumen yang disampaikannya juga dapat dicerna. Namun, kelemahannya adalah
pasangan ini sulit melakukan pengendalian diri. Khususnya Prabowo yang emosinya
keluar saat berlangsungnya debat. Kurang kerjasama yang baik pada saat Prabowo
hanya menyisakan waktu yang sedikit untuk Hatta Rajasa berbicara dan Hatta
Rajasa kurang mengerti tentang tanggapan balik pada segment enam.
2) Keunggulan
dan Kelemahan Komunikasi Jokowi-JK
Keunggulan komunikasi pasangan Jokowi-JK adalah mereka berbiaca seperti dari
hati karena sikap kerendahan hatinya. Sehingga para penonton percaya akan
argumen yang disampaikannya. Berbeda dari pasangan Prabowo-Hatta yang
mengedepan teori, Jokowi-JK menyampaikan argumen berdasarkan fakta dan contoh
sederhana yang mudah untuk dicerna. Mereka juga dapat berkerjasama dengan baik
dalam menjawab, saling menghargai dengan menyisakan waktu yang cukup banyak
untuk melakukan tambahan jawaban sehingga timbul sikap saling percaya. Namun,
kelemahannya adalah pasangan ini dinilai kurang tegas dan kemampuan komunikasi
nonverbalnya, khususnya pada mimik cenderung datar.
F. Simpulan dan Penilaian Akhir
Tentang Kemampuan Komunikasi Terbaik dari Kedua Kandidat
Simpulan
yang dapat diambil dari kemampuan terbaik kedua kandidat adalah yang pertama
pada pasangan Prabowo-Hatta. Khususnya pada Hatta Rajasa yang sangat baik
kominkasi verbal maupun nonverbalnya, menggunakan istilah kecendikiawanannya,
mampu menganalisis masalah dan mengaitkan dari pengalaman yang sudah ada.
Prabowo juga menunjukkan sikap tegasnya yang menjadi identitas dari pasangan
ini. Pasangan Jokowi-JK juga tidak kalah memiliki kemampuan komunikasi yang
baik. Terutama Jokowi yang sangat menguasai komunikasi verbal pada gerakan
tangannya yang secara jujur mengalir dan luwes. Ide-ide cemerlang untuk
memperbaiki kondisi Indonesia saat ini juga baik dengan memberikan
contoh-contoh sederhana yang mudah dipahami oleh masyarakat awam. Jusuf Kalla
juga memiliki kemampuan menganalisis suatu masalah dengan baik, yakni pada segment lima tentang pernyataan salah
Kalpataru dan Adipura dari Hatta Rajasa. Dengan kemampuan komunikasi yang baik
dari kedua kandidat tersebut, pantas mereka untuk menjadi Presiden Republik
Indonesia periode 2014-2019 walaupun yang menang hanya satu di antaranya.
Semoga dengan kemampuan komunikasi yang baik, inovasi, dan ide-ide cemerlang
dapat membuat kondisi Indonesia lebih baik kedepannya.
0 komentar:
Posting Komentar