Vidies

Vidies

Pages

Wahyudi Aldiano. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Problema Pendidikan Karakter dan Strategi Pembelajaran Karakter


Krisis karakter seakan telah menjadi problema serius yang sedang dihadapi oleh Indonesia pada era demokrasi yang terlalu bebas ini. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya masalah seputar karakter yang semakin kompleks dibandingkan masalah-masalah karakter yang terjadi pada masa sebelumnya. Persoalan tentang karakter seakan tidak ada habisnya dan hal ini menjadi dasar pemikiran bahkan keprihatinan publik karena negara ini bisa dikatakan sedang mengalami demam karakter. Demam karakter ini ditandai dengan akhlak yang seharusnya putih bersih menjadi pudar menuju gradiasi abu-abu dan menghitam yang menimbulkan masalah sosial yang perlu untuk dituntaskan. Masalah karakter yang marak remaja lakukan saat ini ialah bullying. Walaupun sebenarnya masalah ini kelihatan sederhana, tetapi masalah inilah yang sejatinya dapat membunuh karakter bangsa dan cenderung akan menjurus pada tindakan anarkis.
Pengetahuan, agama, etika dan nilai-nilai yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan sepertinya belum menampakkan hasil yang signifikan terhadap perubahan karakter yang baik karena masih saja terjadi krisis moral. Mayoritas orang pun beranggapan bahwa kondisi ini terjadi akibat yang dituai oleh dunia pendidikan itu sendiri. Krisis moral terjadi karena tenaga pendidik mengajarkan moral dan budi pekerti yang cenderung mengajarkan peserta didik hanya sebatas teori dan teks saja, serta terlalu mengabaikan pentingnya praktik dalam menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Pembuatan keputusan dan penyelesaian masalah merupakan aspek penting untuk mengembangkan karakter peserta didik. Oleh karena itu, di dalam pelaksanaan pendidikan karakter, kedua aspek tersebut semestinya memberikan kesempatan kepada peserta didik mengalami sifat-sifat tersebut secara langsung.
Pendidikan karakter harus dilaksanakan secara efektif dalam pembelajaram setiap jenjang pendidikan, agar terciptanya pendidikan yang kondusif dan kondisi moral yang carut marut seperti penjelasan sebelumnya dapat terminimalisir. Pendidikan karakter memang terdengar sederhana, namun sulit untuk dilakukan. Hal ini pun banyak diakui oleh para guru yang sukar untuk menyisipkan pendidikan karakter dalam setiap materi pelajaran yang disampaikannya.
Undang-Undang pasal 39 No. 20 tahun 2003 berbunyi “pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.” Berdasarkan UU tersebut, sudah jelas tugas seorang guru yang harus profesional dalam bidangnya dan mampu menciptakan sebuah metode pembelajaran baru, khususnya pendidikan karakter yang diharapkan mampu menjawab permasalahan krisis karakter.
Pendidikan karakter merupakan upaya sadar tenaga pendidik yang mendorong peserta didik untuk tumbuh dan berkembang dengan kompetensi dalam berpikir, penghayatan bentuk sikap, pengalaman prilaku yang berdasarkan kode etik dan diwujudkan dengan interaksi kepada Tuhan. Pendidikan karakter tidak bisa dilakukan secara instan dan sekadar mentransfer ilmu pengetahuan atau  melatih suatu keterampilan tertentu. Oleh karena itu, untuk mewujudkan suatu pendidikan karakter yang baik harus dibutuhkan proses, panutan dan pembiasaan dalam lingkungan tempat peserta didik berinteraksi seperti pada keluarga, sekolah dan masyarakat.
Tentunya, pendidikan karakter memiliki tujuan. Tujuan pendidikan karakter adalah membangun pribadi yang mantap secara utuh dan berkarakter. Tidak dapat dipungkiri bahwa membentuk karakter bukanlah perkara yang mudah. Maka dari itu diperlukan strategi yang tepat untuk mengembangkan pendidikan karakter. Satu di antaranya adalah dengan cara membangun suasana pembelajaran yang kondusif sehingga peserta didik dapat belajar secara efektif. Setelah terwujudnya suasana pembelajaran yang kondusif maka siswa akan lebih mudah untuk menerima materi yang disampaikan oleh pendidik dan pendidik pun dapat menerapkan metode pembelajaran yang menuntut siswa untuk berpartisipasi lebih aktif sehingga komunikasi dua arah dapat terpenuhi.
Membangun hubungan yang mendukung dan penuh perhatian pun juga menjadi indikator terpenting untuk menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif. Penuh perhatian artinya pendidik haruslah memberikan perhatian, layanan dan kasih sayang yang sama kepada setiap peserta didik agar tidak terjadi ketimpangan kesejahteraan di dalam kelas. Setelah kondisi tersebut dapat tercipta guru pun menyampaikan materi secara teori maupun praktik. Penyampaian secara praktik dapat dilakukan oleh pendidik itu sendiri sebagai model atau contoh karakter baik yang harus ditiru dalam pendidikan karakter karena pada dasarnya anak cenderung menirukan apa yang dilihatnya daripada apa yang didengarnya.
Strategi pendidikan karakter yang dapat dilakukan selanjutnya adalah dengan memotivasi peserta didik. Pendidik harus piawai dalam memberikan motivasi kepada peserta didik dengan cara memberikan tugas yang menuntut kedisiplinan, memberikan penghargaan berupa nilai tambahan saat peserta didik berhasil dalam mencapai suatu pembelajaran dan memberikan hukuman yang sifatnya mendidik. Motivasi dapat menstimulasi peserta didik untuk menjadi lebih aktif dalam pembelajaran. Tugas pendidik yang selanjutnya adalah menyediakan dan menciptakan peluang bagi siswa untuk menjadi lebih aktif dalam pembelajaran yang disampaikan. Contohnya seperti memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya, menyampaikan aspirasi, berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah dan memberikan solusi.
Mata pelajaran agama pun menjadi dasar dalam pembentukan karakter. Strategi yang harus dilakukan oleh pendidik adalah dengan menambah jam mata pelajaran ini. Publik menilai kurangnya jam mata pelajaran agama menjadi satu di antara penyebab krisis karakter yang diderita Indonesia saat ini. Tidak hanya tugas guru agama dalam pembentukan karakter peserta didik, tetapi semua pihak sekolah yang terkait ikut bertanggungjawab atas terbentuknya karakter seorang peserta didik. Dalam penerapannya, pendidik harus cerdas dalam menyisipkan pendidikan karakter, seperti mengajarkan keterampilan sosial dan emosional secara esensial. Contohnya dalam pembelajaran, peserta didik diminta untuk mendengarkan ketika orang lain berbicara, menghargai perbedaan dan menyelesaikan suatu masalah secara kekeluargaan dan mufakat.

Problema krisis karakter sebenarnya bisa terminimalisir dan teratasi jika saja setiap pihak yang bertanggungjawab atas perkembangan peserta didik dapat bekerjasama, mengerti akan perannya dan menerapkan stategi pendidikan karakter yang tepat sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu, kita sebagai agen yang peduli akan pendidikan harus berkonstribusi dalam pendidikan karakter yang dapat dilakukan dari diri sendiri, kepada orang lain dan bersama-sama melakukan perubahan karena karakter warga negara merupakan cerminan karakter bangsanya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS